Kamu pulang El, ruang ini kembali ramai, penuh dan rasa yang memintal panjang. Awal pagi yang kumulai dengan tangisan dan sepertinya alam pun setuju denganku, langit muram dan hujan yang tidak pernah berhenti. Ini bukan gerimis, sepertinya langit kepanasan dan memuntahkan air seperti keringat raksasa. Seperti aku yang kepanasan di hati dan kelelahan di jiwa, aku muntahkan juga air, air mata. Dan aku disini di pojok bahagiaku, berbicara denganmu dengan mata yang hampir satu garis. Aku tahu kamu tidak suka aku menangis. Maaf El, untuk hal yang satu ini aku tidak bisa berjanji. Aku butuh nangis. Dan El, kamu berikan hangat yang aku butuhkan, obrolan yang aku rindukan dan kangenmu yang selalu bertunas dan bermekaran untukku. El aku ingat pernah salah seorang temanku selalu bernyanyi, " kepompong ulet bulu kasihan deh loe". Siapa saja yang tertimpa sial, atau melakukan kesalahan, dia selalu menyayikan itu dengan nada yang tidak ada sol si la sinya. Asal nyanyi dan keras. Sepertinya puas sekali kalau bisa menyanyikan itu dan melihat orang lain tertimpa musibah, bukan musibah sebenarnya cuma kesalahan kesalahan kecil. Tapi itu cukup menganggu di kuping. Aku jadi teringat diriku kenapa yah hari ini lagi itu selalu berdenging di kupingku. " kepompong ulet bulu kasihan deh loe". Semakin keras dan keras. Aku ulet bulu yang buruk rupa harusnya bermetamorfosa menjadi kepompong seterusnya menjadi kupu-kupu yang indah. Kenapa aku tetap seperti nyanyian itu semakin keras dan semakin keras " kepompong ulet bulu kasihan deh loe". Tolong aku El, bantu aku bermetamorfosa. Bantu aku menjadi kupu-kupu . Tidak perlu jadi kupu-kupu yang indah cukup jadi kupu-kupu saja. Dan El tolong tetap di sisiku. Jangan terbang jauh........ disini saja di taman yang tidak begitu besar tetapi indah. Sudah El disini saja, temani aku bermetamorfosa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment